Salahsatu komponen candi yang mencolok dan sering menjadi perhatian adalah relief. Relief adalah gambar yang dipahat di suatu media sehingga menjadi timbul. Relief dapat dilihat pada candi-candi yang tersebar di Indonesia. Pada relief, biasanya menggambarkan sosok manusia, hewan, tumbuhan, dan motif-motif lainnya. Relief terbagi menjadi dua jenis, yaitu relief cerita dan relief non cerita. []403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID cqFUV-kvoVuPZZP1xXUnMvef6PyYdjDMuyq2Pkj4VCLy8W8RdUvVug== R Soekmono dalam Chandi Borobudur, A Monument of Mankind (1976:20) mencatat ada sejumlah 2.672 panil relief di candi Buddha Mahayana terbesar di dunia tersebut. Angka itu terdiri dari 1.212 relief hias dan 1.460 relief naratif. Relief-relief tersebut menghiasi 3 tingkatan spiritual di bangunan Candi Borobudur, yang mengikuti klasifikasi oleh W Makna yang tersirat dari sebuah pahatan relief adalah menyiratkan setiap makna kehidupan yang selalu tertata rapi dalam setiap pahatan. Relief bermakna mengingat atau sebagai wadah untuk menceritakan kejadian masa lampau yang dulu pernah terjadi. Relief-relief yang tergambar atau yang di pahat di setiap dinding candi ada yang menggambarkan tentang urutan sebuah cerita dan ada pula relief yang hanya berfungsi sebagai hiasan. Begitupun relief yang berada di Candi Borobudur yang menggambarkan sebuah cerita dan peristiwa yang di bagi menurut agenda nya menjadi panil atau pigura. Relief-relief tersebut semuanya berjumlah panil, tersusun dalam 2 deret yang mengitari bagian candi. Seluruh Relief cerita pada Candi Borobudur yang di pahatkan pada dinding candi harus lah di baca dari kanan ke kiri. Sedangkan untuk cerita yang di pahatkan pada bagian sisi dalam pagar alangkah baiknya di baca berkebalikan yaitu dari sisi kiri ke kanan. Relief Candi Budha dan Arca Budha Seluruh Cerita pada relief ini di ceritakan dan di awali dari gapura sebelah timur. Panil-panil yang terdapat di Candi Borobudur ini jika di bentangkan dalam satu garis lurus dapat menjadikan panil-panil ini menjadi pameran lukisan terpanjang di dunia karena panjang dari panil-panil ini mencapai 3 kilometer. Relief yang terdapat pada kaki Candi Borobudur yang di ambil dari Kitab Karmawibhangga sedikit nya berjumlah 160 panil. Dari ke- 160 panil tersebut tidak lah menceritakan cerita yang urut atau berurutan. Terdiri dari 117 panil yang menggambarkan cerita yang berurutan atau memperlihatkan suatu keadaan yang urut mengenai keadaan yang di timbulkan akibat berbagai jenis perbuatan manusia. Dan 43 lainnya adalah memperlihatkan berbagai macam kehidupan manusia akibat dari suatu perbuatan. Pada tahun 1885 Relief Karmawibhangga ini baru di ketahui dan di temukan oleh Ijzerman. Sekitar pada tahun 1891, kasihan chepas membuat foto-foto dengan cara membuat dan membuka batu-batu penutup kaki bangunan candi. Namun di karenakan banyak factor di belakang nya, dan dapat membahyakan bangunan candi maka kaki candi tersebut di tutup kembali dengan hanya menyisakan beberapa relief candi candi Borobudur di sudut tenggara. Tujuan dari penutupan ini adalah untuk mengurangi dan rasa penasaran dan rasa ingin tahu pengunjung candi saat berkunjung ke Candi Borobudur ini. Bagian lain dari sepuluh deretan relief cerita lainnya, terdapat pada bagian tubuh candi atau pada bagian Ruphadatu. Relief-relief yang terdapat di Candi Borobudur ini di pahat pada dinding candi dan berbagai deretan pagar pada setiap Tingkat pertama ini terdapat 4 deret relief Candi Borobudur, sedangkan pada tingkat berikutnya atau tiga tingkat berikutnya masing-masing terdapat 2 deret relief. Salah satunya adalah deret pada pagar langkan yang menceritakan Sang Budha sebelum di lahirkan sebagai Sidharta, pernah di lahirkan sebagai Kelinci. Penggambaran Relief Pada Tingkat 2 Tingkat ke 2 pada Candi Borobudur ini di di dinding candi lebih dari 3 meter, dihiasi oleh 2 deret relief candi borobudur atas dan bawah. Masing-masing terdiri atas 120 panil. Relief bagian atas menceritakan riwayat hidup Sang Buddha menurut naskah Kitab Suci Lalitawistara dimulai pada saat sang Buddha berada di Surga Tushita sampai saat pengajarannya yang pertama di Taman Lumbini. Selanjutnya pada deret selanjutnya yang berada di bawah nya adalah menggambarkan cerita dari kitab Jataka Menceritakan kehidupan sang Budha dalam beberapa penjelmaannya sebelum menjadi budha. Serta terdapat cerita dari Cerita atau Kitab Awadana yang serupa Jataka tapi di perankan oleh orang lain. Hal berikutnya pada Pagar Langkan memuat dua relief Candi Borobudur yang tersusun pada satu di atas lainnya. Dari kedua kitab tersebut yaitu Kitab Jataka dan Kitab Awadana merupakan cerita yang tertuang pada Pagar Langkan. Relief yang terdapat pada Candi Borobudur bagian atas berjumlah 372 panil dan pada bagian bawah berjumlah 128 panil. Penggambaran Relief Pada Tingkat 3-5 Pada tingkat 3 Candi Borobudur dinding candi dipahat 128 panil yang diambil dari Kitab Gandawyuha. Panil ini menggambarkan pengembaraan Sudhana-Kumara yagn tidak mengenal lelah mencari guru untuk pengetahuan tertinggi hakikat hidup. Pada pagar langkan berisi satu deret relief candi borobudur yang berjumlah 100 panil. Memuat kelanjutan dari Kitab Jataka dan Kitab Awadana. Tingkat 4. Pada dinding maupun pagar langkan hanya dipahatkan satu deret relief candi Borobudur, masing-masing berjumlah 88 panil. Kedua deret relief itu, baik pada dinding maupun pagar langkan diambil dari Kitab Gandawyuha. Relief itu menceritakan riwayat Boddhisatva Martreya sebagai calon Buddha yang akan datang. Tingkat 5. Pada Bagian tingkat ke 5 ini relief pada candi Borobudur maupun pada pagar langkan hanya satu deret. Relief pada Candi Borobudur ini pada setiap dinding nya berjumlah sekitar 72 panil, selain itu pada pada pagar langkan terdapat atau berjumlah 84 panil. Relief yang terdapat pada Candi Borobudur sendiri di ambil dari sebuah Kitab yaitu Kitab Bhadracari sedangkan pada Pagar Langkan di ambil dari Kitab Gandawyuha. Arca di Candi Borobudur Candi Borobudur bukan hanya memiliki ke eksotisan serta daya pikat tersendiri bagi setiap siapa saja yang mengunjunginya. Lebih dari itu banyak cerita yang bisa di angkat dan di telusuri dari Candi terbesar di dunia ini. Keindahan yang tak kalah patut untuk di perbincangkan adalah megenai Arca-arca budha yang terdapat di setiap tingkatan candi. Arca-arca tersebut di letakan dan tertata rapi di Kawasan Ruphadatu dan Aruphadatu. Semua arca yang terdapat di candi Borobudur mengisahkan tentang Dhyani Budha dimana seluruh arca memiliki bentuk fisik berupa arca yang duduk bersila di atas bunga teratai dan selalu menghadap keluar. Penggambaran Arca Candi Borobudur Selanjutnya Arca di bagian Aruphadatu di tempatkan dalam stupa-stupa yang pada setiap dinding nya berlubang-lubang dan tempatnya berderet-deret dalam 3 susun lingkaran sepusat dan terdapat pada tingkat 7-9. Pada dasarnya semua Arca yang terdapat di Candi Borobudur ini adalah tampak sama namun pada hakekatnya berbeda. Perbedaan itu dapat di lihat dari bentuk fisik arca-arca tersebut dimana pada bagian sikap tangan nya Mudra. Pada kenyataannya sikap tangan arca budha di Candi Borobudur ada 6 macam. Archa Dyani Budha Arca DhyaniBuddha Aksobya dengan sikap tangan Bhumisparsamudra, berada di timur. Bhumisparsamudra menggambarkan sikap tangan saat Sang Buddha memanggil Dewi Bumi sebagai saksi ketika ia menangkis semua serangan Iblis Mara. Arca Dhyani Buddha Amoghasiddhi berada di utara dengan sikap tangan Abhayamudra. Abhayamudra menggambarkan sikap tangan “jangan takut”. Arca Dhyani Buddha Amitabha berada di barat, dengan sikap tangan Dhyanimudra. Dhyanimudra menggambarkan sikap tangan saat semedi. Stupa-stupa itu mengelilingi stupa induk. Stupa induk adalah stupa yang sangat besar yang merupakan pengganti perwujudan Buddha tertinggi atau Buddha mula-mula Adi Buddha yang tidak bisa digambarkan bentuknya. Ajaran Sang Budha Jenjang atau tingkatan dan langkan dimaksudkan sebagai pedoman bagi para peziarah untuk menuju ke puncak candi. Melalui tingkatan yang penuh dengan relief Candi Borobudur, umat Buddha dibimbing setingkat demi setingkat agar terbebas secara mutlak dari segala ikatan duniawi.
Jadiini sebenarnya kisah cinta Sang Budha yang waktu itu menyebar luas agama Budha di Asia, sehingga kemudian variasi ceritanya banyak ditemukan di seluruh Asia. Jadi di Borobudur ini asal mulanya," ujar Louie. Tambah Louie, kisah cinta ini semakin istimewa di Candi Borobudur. Lantaran memiliki visual terkait cerita dari Ratu Kinari dan
- Ada berbagai macam relief Candi Borobudur yang menarik untuk dikenal dan dipahami maknanya. Masing-masing relief itu memuat kisah yang berbeda-beda dan kaya informasi tentang kebudayaan pada bangunan itu didirikan. Relief adalah gambar yang dipahat di tubuh bangunan candi. Ada 2 jenis relief di Candi Borobudur, yakni gambar untuk sekadar hiasan dan pahatan yang mengandung cerita tertentu. R. Soekmono dalam Chandi Borobudur, A Monument of Mankind 197620 mencatat ada sejumlah panil relief di candi Buddha Mahayana terbesar di dunia tersebut. Angka itu terdiri dari relief hias dan relief tersebut menghiasi 3 tingkatan spiritual di bangunan Candi Borobudur, yang mengikuti klasifikasi oleh Stutterheim, terdiri atas kamadhatu, rupadhatu, dan arupadhatu. Relief naratif, menurut Soekmono, banyak terpahat di tingkatan kamadhatu dan misal, di tingkatan kamadhatu, terpahat relief Karmawibhangga yang memuat penjelasan mengenai hukum sebab akibat. Lalu, di tingkatan rupadhatu, terdapat juga berbagai relief naratif seperti Lalitavistara, Jataka-Avadana, dan lainnya Soekmono hlm. 21.Agus Aris Munandar, melalui buku Antarala Arkeologi Hindu-Buddha 201839 menjelaskan, relief-relief di Candi Borobudur dipahat dengan cita rasa seni tinggi untuk menyampaikan ajaran agama lewat bahasa rupa. Dengan begitu, kisah-kisah tentang Buddha yang tertuang dalam detail bentuk manusia, hewan, tanaman, dan benda-benda lain mudah dipahami oleh orang Bangunan Candi Borobudur Candi Borobudur memiliki bentuk punden berundak berupa persegi dengan panjang meter, lebar meter, tinggi meter. Candi ini memiliki tangga di keempat sisinya. Dikutip dari laman Kemdikbud, bangunan Candi Borobudur didirikan dengan bahan berupa bantuan vulkanik yang terbentuk karena proses alam sehingga berwarna putih juga Mengenal Stupa Candi Borobudur Sejarah, Struktur, dan Fungsinya Misteri Sejarah Candi Dieng, Asal-Usul, dan Siapa Pendirinya? Candi Borobudur memiliki susunan bangunan berupa 9 teras berundak dan sebuah stupa induk di puncaknya. Lebih lanjut, bangunan ini terdiri dari 6 teras berdenah persegi dan 3 teras berbentuk lingkaran. Apabila dilihat secara vertikal, bangunan Candi Borobudur teridiri dari bagian bawah, tengah, dan atas. Secara filosofis, ketiga bagian bangunan Candi Borobudur terbagi menjadi 3 tingkat spiritual, yakni Kamadhatu, Rupadhatu, dan berarti "kawasan nafsu" yang terdiri dari 2 lantai kaki terbawah termasuk bagian dasar yang tertutup di bawahnya. Adapun Rupadhatu, yang berarti "dunia antara" atau kawasan terikat pada wujud-wujud, merupakan bagian tengah dari lantai ketiga sampai tujuh di Candi itu, Arupadhatu adalah kawasan yang merepresentasikan dunia tidak berwujud, tempat nafsu duniawi telah ditanggalkan. Tingkatan ini meliputi 3 lantai teratas yang berbentuk Relief Candi Borobudur Sebagaimana dijelaskan di atas, bangunan Candi Borobudur dipadati panil relief naratif serta hias. Khusus untuk relief naratif, ada adegan yang terpahat di dinding Candi Borobudur. Candi Borobudur memiliki banyak cerita tentang fase kehidupan manusia. Penafsiran pada masing-masing relief tersebut memiliki makna bahwa setiap perbuatan manusia akan menghasilkan siklus kehidupan baik selama masa hidup maupun sesudahnya reinkarnasi.Mengutip penjelasan di situs Borobudurpedia milik Balai Konservasi Borobudur, berikut ini berbagai macam relief Candi Borobudur relief naratif. 1. Relief KarmawibhanggaRelief Karmawibhangga terpahat di bagian kaki Candi Borobudur. Pahatan relief ini menerangkan perbuatan-perbuatan manusia yang mengandung kebajikan maupun kejahatan, serta segala akibat dari melakukannya. Relief Karmawibhangga di Candi Borobudur bentuk adaptasi dari karya sastra lama yang kemudian diubah agar selaras dengan keadaan masyarakat pada era Kerajaan Mataram Kuno. 2. Relief LalitavistaraLalitavistara terpahat di dinding utama tingkat I Candi Borobudur. Relief Lalitavistara mengisahkan kehidupan Sang Buddha di Surga Tushita hingga menyampaikan khotbah pertama di Taman Rusa. 3. Relief JatakaRelief Jataka berada di dinding utama lorong tingkat I Candi Borobudur, dan pagar langkan tingkat I dan II. Jataka memuat kisah tentang Boddhisattva yang mengalami kelahiran berulang kali dalam berbagai wujud untuk membantu manusia mencapai jalan kebuddhaan. 4. Relief AvadanaRelief Avadana menggambarkan cerita yang sama dengan Jataka. Hanya saja pelaku utama dalam cerita di Relief Avadana bukan Sang Boddhisattva melainkan tokoh lainnya. Tokoh itu bisa manusia atau hewan yang biasanya bukan jelmaan Boddhisattva. 5. Relief GandavyuhaRelief Gandavyuha berada di dinding utama lorong tingkat II Candi Borobudur. Relief ini memuat kisah tentang pengembaraan Sudhana dari satu guru ke guru lain untuk mencapai kebuddhaan. 6. Relief BhadracariRelief Bhadracari bisa dilihat di dinding utama lorong tingkat III dan IV maupun pagar langkan di Candi Borobudur. Pahatan Bhadracari menceritakan usaha Sudhana untuk mencapai kebuddhaan dengan berguru pada Boddhisatva Maitreya dan Boddhisatva Samanthabhadra. - Sosial Budaya Kontributor Fadhillah Akbar ZakariaPenulis Fadhillah Akbar ZakariaEditor Addi M Idhom
Candi Borobudur dilihat dari atas. ximagination/ Pada masa Sunan Pakubuwono I bertakhta di Kartasura, muncul pemberontakan yang dipimpin Ki Mas Dana di daerah Enta-Enta. Sunan memerintahkan Bupati Mataram, Ki Jayawinata, untuk memadamkan pemberontakan itu. Namun, balatentaranya kewalahan dan mundur ke Kartasura. Jayawinata melaporkan peristiwa itu kepada sunan. Sunan kembali mengutus orang kepercayaannya. Kali ini Bupati Kartasura, Pangeran Pringgalaya, yang diperintahkan untuk mengurus pemberontakan itu. “Tangkap Ki Mas Dana hidup-hidup!” perintah Sunan. Pertempuran terjadi. Banyak korban bergelimpangan. Pemberontakan berhasil dipadamkan. Namun, Ki Mas Dana melarikan diri ke Bukit Borobudur. Pringgalaya mengejarnya hingga tertangkap dan dibawa ke hadapan sunan untuk menerima hukuman yang kejam. Kisah itu diceritakan dalam Babad Tanah Jawi yang ditulis pada abad ke-18. Di sana nama Borobudur disebut sebagai tempat pelarian. Filolog dan sejarawan seni asal Belanda, Brandes, sebagaimana dikutip Scheltema dalam Monumental Java, meyakini Bukit Borobudur adalah Candi Borobudur yang ada di Magelang, Jawa Tengah. Karena tak ada lokasi lain yang punya nama semirip itu. Ini menjadi menarik karena kisah tentang Borobudur telah banyak berubah sejak masa keemasannya kala Dinasti Sailendra berkuasa. Awalnya, candi ini dibangun untuk beribadah umat Buddha. Bahkan sampai sekarang, 12 abad setelah masa pembangunan candi, Borobudur masih dianggap sebagai candi Buddha Mahayana terbesar di dunia. Ada beberapa asumsi mengenai nasib Candi Borobudur setelah pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno Medang yang menaungi pembangunannya, tak lagi melanjutkan pusat kekuasaannya di wilayah yang kini disebut Jawa Tengah. Sejak abad ke-10, rajanya, Mpu Sindok, memindahkan kerajaannya ke wilayah Jawa Timur sekarang. Ada beberapa pendapat soal alasan kepindahannya. Arkeolog Soekmono dalam Chandi Borobudur menyebutkan bahwa sangat mungkin Candi Borobudur ditinggalkan ketika pusat pemerintahan itu berpindah. Walaupun itu tak pernah benar-benar hilang dari memori masyarakatnya. “Kalau memang begitu, Candi Borobudur sudah ditinggalkan oleh penganutnya beberapa abad sebelum candi-candi di Jawa Timur,” katanya. Kendati pusat pemerintahan Jawa Tengah meredup setelah tahun 928, Borobudur tak sepenuhnya terabaikan. Buktinya keramik dan koin Tiongkok dari abad ke-11 dan ke-15 ditemukan di sana. Pun Kakawin Nagarakrtagama atau Desawarnana dari masa Majapahit menyebut para peziarah masih terus mengunjungi monumen itu. Meski memang kondisi bangunannya sudah tak terjaga dengan baik. Dalam karya Mpu Prapanca itu disebutkan salah satu bangunan suci Buddha bernama Budur. Sementara dalam tulisan Thomas Stamford Raffels, History of Java, disebutkan Candi Borobudur terdapat di Distrik Budur. “Demikianlah kasugatan kabajradharan bangunan suci Buddha Bajradhara adalah sebagai berikut… yang lainnya yaitu Budur, Wirun, Wungkulur, dan Mananggung, Watukura, Bajrasana, dan Pajambayan, Samalanten, Simapura, Tambak Laleyan, Pilanggu, Poh Aji, Wangkali, dan Beru, Lembah, Dalinan, Pangadwan, adalah daerah perdikan pertama yang ditetapkan,” catat Mpu Prapanca. Dari situ, ahli epigrafi Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Titi Surti Nastiti, dalam “Reinterpretasi Nama Candi Borobudur” termuat di Jurnal Amerta Vol 30. No. I, Juni 2018, menyimpulkan bahwa Budur pada masa Majapahit masih dipergunakan sebagai nama bangunan suci Buddha. Candi itu baru benar-benar ditinggalkan sejak penduduk sekitarnya beralih ke Islam pada abad ke-15. Seperti disebutkan Soekmono, perubahan kepercayaan tentu saja mengarah ke perubahan sikap masyarakat terhadap candi. Akibatnya, yang berkembang adalah takhayul di seputar reruntuhan candi yang tak jelas asal usulnya bagi penduduk. Alih-alih sebuah monumen Buddha, candi itu menjadi bukit yang strategis, tempat pemberontak melarikan diri, sebagaimana dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi. Kronik Jawa lainnya bahkan menganggap Candi Borobudur sebagai tempat yang angker. Babad Mataram mengisahkan Pangeran Mancanagara, putra mahkota Kesultanan Yogyakarta, mengunjungi Borobudur untuk membuktikan bahwa orang yang mendatangi seribu arca akan mati. Ia lalu mendatangi kesatria yang terpenjara di dalam sangkar, yang ada di dalam bangunan itu. Kesatria yang terpenjara itu kemudian ditafsirkan sebagai arca Buddha di dalam stupa berterawang yang ada di Candi Borobudur. Singkat cerita, setelah tidak ada pertanda kepulangannya, raja pun memerintahkan pasukan untuk membawa pulang anaknya, hidup atau mati. “Pangeran itu ditemukan, tetapi ia muntah darah, lalu meninggal dunia,” kata Titi. Baca juga Tan Jin Sing, Pembuka Jalan Pertama ke Candi Borobudur Keberadaan Borobudur baru terungkap lagi setelah seorang Tionghoa, Tan Jin Sing melaporkan keberadaannya kepada Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles pada 1812. Seperti dikisahkan Werdoyo, salah seorang keturunan Tan Jin Sing, dalam biografi Tan Jin Sing Dari Kapiten Cina sampai Bupati Yogyakarta, Tan Jin Sing diminta Raffles untuk mendatangi candi yang katanya terletak di dekat Muntilan itu. Saat sampai, bangunan candi terlihat menyedihkan. Paimin, warga desa yang diajak Tan Jin Sing sebagai penunjuk jalan mesti membabat semak belukar di sekeliling candi dengan parang. Tubuh candi pun ditumbuhi tanaman. Bagian bawahnya terkubur dalam tanah, sehingga candi itu seolah-olah berada di atas bukit. Pada 1850-an, hanya empat dekade setelah Borobudur disibak dari semak belukar, orang Jawa sekali lagi melakukan ritual di tempat itu. Menurut John Miksic dalam Borobudur Golden Tales of the Buddhas, mereka membakar dupa dan membawa persembahan bunga ke hadapan arca Buddha di teras atas dan ke depan arca Buddha yang belum selesai dibuat. Mereka memulas patung-patung itu dengan bubuk beras yang secara tradisional dipakai oleh para wanita muda untuk mendandani diri mereka. “Para pengunjung ini datang untuk meminta anugerah, untuk mendapatkan perlindungan dari penyakit, untuk meminta berkah setelah pernikahan dan kepentingan domestik lainnya,” jelas Miksic. Mitos tentang arca di dalam sangkar yang membawa sial, pada masa ini justru sebaliknya. Ada keyakinan kalau salah satu arca di stupa berlubang di teras atas justru membawa keberuntungan bagi siapapun yang bisa menyentuhnya. Masyarakat menyebutnya dengan nama Kakek Bima, tokoh dalam kisah Pandawa lima dalam epos Hindu, Mahabarata. “Wanita tanpa anak khususnya mengulurkan jari mereka ke arahnya, percaya bahwa dengan melakukan itu mereka telah memuaskan Kakek Bima,” jelas Miksic. Candi Borobudur akhirnya mulai serius diurus ketika pemerintah kolonial Belanda membentuk Borobudur Comissie. Anggotanya Brandes, Van de Kamer insinyur konstruksi dari Departemen Pekerjaan Umum, dan Theodore van Erp insinyur perwira militer. Mereka bertugas menyelamatkan dan melestarikan Borobudur. Van Erp memimpin pemugaran Candi Borobudur pada 1907-1911. Pemugaran berikutnya dilakukan pemerintah Indonesia dengan bantuan UNESCO pada 1973-1983. Hasilnya, kini Candi Borobudur berdiri dengan megah, disaksikan masyarakat dari seluruh dunia. Keangkerannya pun berangsur menghilang.
.